MERAIH KEBERSIHAN HATI


MERAIH KEBERSIHAN HATI


Sebelum membaca artikel di bawah ini, saya share KUMPULAN BACAAN AL-QUR'AN LENGKAP. Semoga bermanfaat.


Artinya: (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS. Asy Syu’ara: 88-89)
Rasulullah saw bersabda, “Ketauhilah di dalam tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging ini baik maka baik pula seluruh jasad lainnya dan apabila segumpal daging ini rusak maka rusak pula seluruh tubuh yang lain. Segumpal daging itu adalah hati. (HR. Bukhori dan Muslim)
Hati yang bersih adalah hati yang selamat, hati yang selamat adalah hati yang terbebas atau bersih dari sifat tercela seperti: iri, dengki, sombong, ‘ujub, riya’, sum’ah, dendam, syirik, kufur, nifak, fasik, dsb. Sebelum Allah swt mengangkat Nabi Muhammad saw menjadi nabi dan rasul, pertama-tama yang dilakukan adalah membersihkan hati beliau agar selalu jauh dari sifat menyombongkan diri, terpelihara dari riya’, iri, dendam, dan dengki yang berarti dicuci dari sifat-sifat yang buruk. Akal dan fikiran beliau juga dibersihkan, sehingga tidak tersesat dan keliru. Lidah dan lisan beliau terpelihara dari kata-kata yang bisa menyakitkan. Mata dan pandangan beliau selalu dijaga dari hal-hal yang kotor dan keji.
Banyak sekali penyakit hati yang seharusnya tidak boleh bersarang dalam diri kaum Mukmin, namun dalam pembahasan ini hanya akan difokuskan ke sifat iri dan dengki yang harus dihilangkan agar tidak menjadi sifat yang pada akhirnya menjadi tabiat kaum Muslimin. Iri adalah sifat tidak mau mengakui keunggulan yang dimiliki orang lain sehingga menimbulkan sikap tidak senang terhadapnya. Sedangkan dengki adalah sifat berharap hilangnya nikmat yang dimiliki orang lain serta berusaha untuk melenyapkan kenikmatan tersebut dengan cara apapun bahkan kalau bisa kenikmatan tersebut berpindah kepadanya. Na’udzubillah.
Sebuah hadist bahwa Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari az-Zuhri berkata, telah mengabarkan kepada kami Anas bin Malik berkata, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah saw, beliau bersabda, “Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki penghuni surga”, lalu muncul seorang laki-laki Anshor yang jenggotnya masih bertetesan air sisa wudlu, sambil menggantungkan kedua sandalnya pada tangan kirinya. Esok harinya Rasulullah saw bersabda itu juga, lalu muncul laki-laki itu lagi seperti pertanda, da pada hari ketiga Rasulullah saw bersabda seperti itu lagi dan muncul laki-laki itu kembali seperti keadaan dia yang pertama. Ketika Rasulullah saw berdiri (telah berdiri), Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu’anhu mengikuti laki-laki yang disebut Rasulullah saw sebagai calon penghuni surga tersebut dengan berujar, “Kawan, saya ini sebenarnya sedang bertengkar dengan ayahku dan saya bersumpah tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh, izinkan saya tinggal di tempatmu hingga tiga malam”, “Tentu”, jawab laki-laki tersebut. Anas bin Malik berkata, Abdullah Radhiyallahu’anhu bercerita; aku tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, anehnya tidak pernah aku temukan mengerjakan shalat malam sama sekali, hanya saja jika ia bangun dari tidurnya dan beranjak dari ranjangnya, lalu ia berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla dan bertakbir sampai ia mendirikan shalat fajar, selain itu juga ia tidak mendengar dia berkata kecuali yang baik-baik saja, maka ketika berlalu tiga malam dan hampir saja menganggap sepele amalannya, saya berkata, “Wahai kawan, sebenarnya antara saya dengan ayahku sama sekali tidak ada percekcokan dan saling mendiamkan seperti yang telah saya katakan, akantetapi saya mendengar Rasulullah saw bersabda tentang dirimu tiga kali, “Akan muncul pada kalian seorang laki-laki penghuni surga, lalu kamulah yang muncul tiga kali tersebut, maka saya ingin tinggal bersamamu agar dapat melihat apa saja yang kamu kerjakan hingga saya dapat mengikutinya, namun saya tidak pernah melihatmu mengerjakan amalan yang banyak, lalu amalan apa yang membuat Rasulullah saw sampai mengatakan engkau ahli surga?”, laki-laki itu menjawab, “Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang kamu lihat.” Maka tatkala aku (Abdullah) berpaling, laki-laki tersebut memanggilku dan berkata, “Tidak ada amalan yang saya kerjakan, melainkan seperti yang kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah mendapatkan pada diriku rasa ingin menipu terhadap siapapun dari kaum Muslimin, dan saya juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang”, maka Abdullah Radhiyallahu’anhu berkata, “Inilah amalan yang menjadikanmu sampai pada derajat yang tidak bisa kami lakukan.” (HR. Ahmad dalam kitab Musnad Ahmad, hadist No. 12236)
Ciri bahwa seseorang mempunyai hati yang bersih adalah bahwa di setiap gerak-geriknya, baik yang dzahir (terlihat) maupun yang bathin (tidak terlihat), senantiasa memberikan atau bahkan mengundang keselamatan serta mengusahakan terjaminnya keselamatan bagi saudaranya yang lain, baik itu menyangkut diri, harta, mauoun kehormatannya. Melalui tangannya, ia tidak membahayakan orang lain. Melalui lisannya, ia tidak menyakiti hati dan perasaan serta tidak pula menjatuhkan dan merusak kehormatan atau harga diri orang lain. Pikirannya tidak terbesit su’udzan sedikitpun terhadap saudaranya. Hatinya senantiasa mendambakan kebahagiaan dan kesuksesan saudaranya. Kesuksesan saudaranya merupakan kesuksesannya pula, kebahagiaan saudaranya adalah kebahagiannya pula. Ia selalu rendah hati dan tidak merasa lebih baik dan lebih berpengalaman dari orang lain denga alasan umur, ilmu, maupun hartanya.
Sedangkan hati yang kotor ialah hati yang ia senantiasa mengharap lenyapnya kenikmatan yang dimiliki saudaranya, baik diri, harta, maupun kehormatannya. Tangannya selalu bergerak mengupayakan kehancuran saudaranya. Lisannya menggunjing dan menyebarkan fitnah. Diam-diam berpanas hati ketika orang lain mendapatkan kenikmatan. Pikiran berburuk sanga dan mengatur siasat licik untuk menghancurkan dan mengambil kenikmatan orang lain. Akibat buruknya bisa menyebar ke orang-orang di sekelilingnya yang ia pengaruhi setiap saat.
Keadaan hati sangat menentukan keadaan seorang baik menyangkut kesehatan jasmani maupun rohani. Adapun rohani yang sehat menimbulkan badan yang sehat pula. Hati merupakan kekuatan yang besar dan mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang, baik secara pribadi maupun sosial. Akhlak baik maupun buruk dari seseorang ditentukan hatinya, ibarat sebuah gelas, apa yang dituangkan maka itulah apa yang ada di dalamnya. Kalau di dalamnya ada air teh maka ketika yang diminum atau dituangkan pun juga air teh, bukan kopi atau lainnya. Hati yang baik maka akhlak yang memancar keluar pun juga baik, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, sikap dan perilaku seseorang mengikuti keadaan hatinya.
Menjaga hati agar selalu bersih juga bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Hasan Husen Assegaf dalam sebuah majalah Al Kisah, No. 19/ 13-26 September 2004. Hlm. 57, bahwa seseorang yang menjauhkan diri dari sifat iri dan dengki, sombong, riya’, serta rasa dendam ternyata dapat memelihara detak jantung, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri senantiasa diliputi kedamaian. Setelah itu, akan merasakan tubuhnya menjadi lebih sehat, lebih segar dan lebih fit. Tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan memberikan ruang gerak yang jauh lebih banyak untuk berbuat baik kepada sesama umat manusia. Hati yang bersih juga merupakan kekuatan yang bisa membuat kita awet muda, melengkapi otak menjadi cerdas, dan badan menjadi sehat. Beliau juga menambahkan bahwa hati yang bersih, wajah akan memancarkan rahmat, nikmat, serta keikhlasan yang tidak terkira. Subhaanallah.
Bagaimana meraih keberihan hati dari sifat iri dan dengki?
Pertama, berdoa supaya diberikan hati yang bersih dari sifat-sifat tercela, sebagaimana dalam firman Allah swt berikut.
Artinya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS> Al-Hashr: 10)
Dalam hadist diajarkan pula doa:
Rabbi taqabbal tawbatii waghsil haubatii wa ajid da watii wa tsabit hujatii wahdi qalbii wa saddid lisaanii waslul sakhiimata qalbii.
Artinya : Ya Rabbku! Terimalah taubatku bersihkanlah kesalahanku, kabulkanlah doaku, tetapkanlah hujjahku, tunjukilah hatiku, teguhkanlah lisanku dan cabutlah segala penyakit hatiku. (HR. Ahmadno)
Di hadist lain diajarkan pula doa:
Allahumma inni as aluka qalban salima
Artinya: Ya Allah aku memohon kepada-Mu hati yang bersih. (HR. Tirmidzi)
Kedua, membangun kesadaran diri bahwa karunia dan rezeki itu sudah ditentukan Allah swt, sehingga tidak perlu resah, iri, dan dengki terhadap apa yang ada pada orang lain. Sebagaimana dalam firman Allah berikut.
Artinya: Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. As-Shuraa:12)
Kemudian firman Allah yang serupa terdapat dalam QS. Az-Zumar (52), QS. Saba’: 36 dan 39), QS. Ar-Rum : 37, QS. Al-‘Ankabut : 62, QS. Al-Qasas : 82, QS. Al-’Isra’: 30, QS. Ar-Ra’d: 26.
Ketiga, Biasakan mengonsumsi yang halal. Apa yang kita makan dan minum akan mempengaruhi akhlak kita. Kalau ia halal, daya tarik ke arah kebaikan akan lebih mudah dan ringan menuju ketakwaan, sedangkan yang haram justru daya tariknya cenderung ke arah keburukan dan kebinasaan. Sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya sebagai berikut.
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lag baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168)
Kemudian, perintah Allah dalam firman yang lain.
Artinya: Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang apabila kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al Ma’idah: 88)
Keempat, waspada terhadap penyakit hati. Ketika hati merasakan adanya penyakit hati yang hinggap tiba-tiba, maka hendaklah kita beristighfar langsung memohon ampun dan keselamatan agar tidak terjerumus ke sifat tercela yang lebih dalam. Hendaklah disertai pula dengan bacaan ta’awudz, karena bisa jadi itu adalah hembusan setan ke dalam dada manusia.
Kelima, menghidupkan sifat terpuji dalam diri dan meninggalkan sifat tercela. Contoh perilaku tersebut secara sederhana ialah dengan memberi ucapan selamat disertai senyuman dengan wajah cerah dan menyenangkan kepada saudara kita yang memperoleh nikmat. Serta menjauhkan diri dari bermuka masam terhadap saudaranya.
Keenam, menyadari dan meneladani bahwa hati yang bersih adalah akhlak penghuni surga. Sebagaimana dalam firman Allah berikut ini.
Artinya: Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air ( yang mengalir. Allah berfirman, “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman.” Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 45-47)
Semoga kita dikaruniai Allah swt hati yang bersih dari sifat iri dan dengki serta sifat-sifat tercela lainnya. Amin. (HS)

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "MERAIH KEBERSIHAN HATI"